[Rangkuman + Video] Rasulullah dan Prinsip I’tikaf
Penulis: Astri ·
Kategori:
Pemateri: Ust. Jundi Imam Syuhada, Lc
Ilmu itu jika hanya didengar dan dilihat maka bisa lupa. Ia perlu pengabadiannya, jadi perlu bagi kita untuk mencatatnya. Dan seseorang yang mencatat kajian itu juga dihitung sebagai jihad dalam menuntut ilmu.
A. Muqaddimah Bulan Ramadhan
‘’Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.’‘ [At-Taubah : 36]
Sesungguhnya Allah itu telah meletakkan 12 bulan yang dimana selama kurun waktu 12 bulan ini terjadi penciptaan langit dan bumi. Maka dari 12 bulan ini ada 4 bulan yg mulia yaitu bulan Rajab, Dzulhijjah, Dzulkaidah dan Muharram.
Hal ini juga bisa bisa kita kiaskan dengan kisah Nabi Ya’qub dan 12 putranya, yang mana ada salah satu diantaranya yang sangat istimewa, yaitu Nabi Yusuf.
Sama spesialnya bulan Ramadhan jika dikiaskan dengan kisah putra nabi Ya’qub yang salah satunya sangat istimewa, maka Ramadhan sendiri juga adalah 1 bulan yang sangat istimewa diantara 12 bulan lainnya. Yang mana, ketika Allah menyebutkan tentang Ramadhan, Allah mengatakannya secara langsung di dalam Al-Qur’an.
‘’(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).’’ [Al-Baqarah : 185]
Maka dari itu untuk menyambut bulan Ramadhan yang istimewa harus disambut dengan penuh persiapan yang juga istimewa. Bulan Ramadhan juga adalah pasarnya bulan-bulan Ibadah, maka seseorang yang ingin masuk ke pasar untuk mengambil keuntungan yang banyak tetapi ketika dia tidak menyiapkan dan malah melenakannya, maka dirinya akan masuk kedalam orang yang merugi. Dan keuntungan di sini yang dimaksud adalah pahala. Dan juga Rasulullah bersabda, sesungguhnya semua perkejaan yang dilakukan orang yang berpuasa akan dilipatgandakan kebaikannya.
B. Prinsip I’tikaf
Secara bahasa, i’tikaf berarti mengurung diri. Sedangkan secara istilah ilmu fiqih i’tikaf sering diartikan dengan berdiam diri di masjid dari seseorang yang tertentu dengan disertai niat. I’tikaf juga kadang diartikan sebagai menahan diri untuk bermuamalah dengan manusia.
Di antara hal terpenting dalam agenda Ramadhan kita adalah i’tikaf di sepuluh hari terakhir. Ini berguna dalam rangka ‘memaksa’ diri untuk bisa lebih maksimal dalam ibadah Ramadhan. Terlebih bahwa semakin ke ujung, Allah swt mempersiapkan pahala besar lewat hadirnya malam Lailatul Qadr.
Rasulullah saw. bersabda, “Ketika aku menaiki tangga pertama, Jibril muncul di hadapanku dan berkata, “Celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan yang penuh berkah, tetapi tidak memperoleh keampunan.” Maka aku berkata, “Amin”. [HR. Al – Hakim]
Sesuai yang diterangkan di dalam hadits di atas, merupakan efek ketika seseorang tidak menyiapkan diri untuk bulan Ramadhan dengan matang. Sebagai contoh, banyak sekali yang meremahkan sholat tarawih, padahal sholat tarawih adalah sholat yang hanya ada di bulan Ramadhan. Dari kitab Lathaiful Ma’arif karya dari Ibnu Rajab, Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah saw sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah jika beliau telah memasuki 10 hari terakhir Ramadhan. Di mana kesungguhan itu tidak sebesar kesungguhan Rasulullah beribadah di bulan-bulan lainnya.
Dari Hadits Abu Khurairah juga dikatakan, barang siapa yang ia berpuasa di hari Ramadhan atas dasar iman dan mengharapkan pahala Allah, maka akan diampuni dosa dosa sebelumnya. Dan barangsiapa yang bangun tengah malamnya di bulan Ramadhan atas dasar iman dan mengharapkan ampunan dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya. Hal di atas yang dimaksud dengan siang berpuasa, dan malam hidup. Dengan maksud menyedikitkan tidur dan menggantinya dengan beribadah. Dalam perihal I’tikaf kita juga dapat mengambil prinsip 11 bulan 20 hari sebagai waktu yang cukup untuk bermuamalah, dan menyisakan 10 hari terakhir khusus untuk beribadah.
Pada bulan Ramadhan, Rasul juga membangunkan istri dan putra-putrinya untuk memaksimalkan diri di bulan Ramadhan. Kenapa? Kita semua sepakat bahwa Ibu adalah madrasah untuk anak-anaknya. Tetapi jangan lupa, tidak mungkin ada sebuah sekolah yang di dalamnya tidak ada kepala sekolahnya. Maka disinilah suami yang mengemban tugas sebagai kepala sekolah, yang mempunyai fungsi mengkontrol kompetensi yang akan diajarkan di sekolah tersebut.
Apa hikmah terbesar kenapa kita mengangkat tema I‘tikaf ini? Kita sadar bahwa ketika kita bermuamalah dengan manusia, banyak sekali dosa yang sengaja maupun tidak sengaja yang kita buat. Maka dari itu kita harus memanfaatkan 10 hari terakhir ini agar maksimal mendapatkan ampunan dari 11 bulan 20 hari kita membuat dosa.
Kembali lagi, harus diingat prinsip I’tikaf adalah menyendiri. Sebagai mana dulu Rasulullah menyendiri untuk mendapatkan wahyu dan bermunajad kepada Allah. Dan kualitas ibadah Rasulullah dari Ramadhan sebelumnya ke Ramadhan seterusnya semakin naik.
Ini patut di jadikan acuan, sehingga jangan sampai di 10 hari terakhir nanti, ada penuruan indeks keimanan sebagaimana kita menghadapi Ramadhan di awal Ramadhan.
C. Bonus yang dikejar saat I’tikaf
Di dalam 10 hari terakhir Ramadhan ada banyak sekali peristiwa-peristiwa dan pahala-pahala. Sebagaimana kita, yang giat mengejar malam 1000 bulan yaitu malam Lailatul Qadr.
Doa yang diajarkan oleh Rasulullah yaitu “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni.”
Artinya: Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai orang yang minta ampunan. Karenanya ampunilah aku.
Bulan Ramadhan juga adalah bulan di mana turunnya Al-Quran. Maka Al-Quran itu berat, baik secara fisik maupun non-fisik.
Fisik : Rasulullah ketika mendapat wahyu pernah tidur di paha sahabat, dan sahabat itu ikut merasakan betapa beratnya Al-Quran ini dan berkata ‚‘paha saya seperti remuk‘‘
Non-fisik : Yang dimaksud di sini adalah berat ketika menjaganya, akan tiba Al-Quran itu sebagai nyanyian sehingga kehilangan eksistensi dari Al-Quran yang butuh pentadabburan.
Maka tilawah Al-Quran juga masuk ke dalam fokus di 10 hari terakhir Ramadhan ini.
D. Fiqih I’tikaf
Seorang yang beramal tanpa ilmu, maka dia akan tersesat. Dan seorang yang dengan ilmu tanpa amal, maka dia akan sia-sia. Maka oleh sebab itu, kita wajib mengetahui fiqih dalam beribadah.
Fiqih I’tikah yang pertama adalah harus di mesjid, dan ini sebagai syarat mutlak.
Lalu bagaimana jika melihat situasi sekarang yang tidak kondusif karena corona?
Islam itu adalah agama yang memudahkan. Maka dari itu, ketika ada wabah, disarankan untuk menjaga diri dan menjauhkan diri dari kerugian. Seseorang insyaAllah masih bisa mendapatkan keutamaan-keutamaan I’tikaf juga, tetapi tidak sebanyak ketika beri’tikaf di mesjid.
E. Akhir Ramadhan
Dikutip dari sebuah kisah yang sampai kepada Rasulullah di dalam Hadits dari Abdullah bin Abbas, beliau mengatakan :
Jika datang hari raya idul fitri, maka para malaikat itu akan datang ke seluruh muka bumi, berdiri di mulut jalan atau di pinggir jalan, lalu para malaikat memanggil yang akan didengar oleh semua makhluk kecuali jin dan manusia, maka para malaikat mengatakan ‘’wahai ummat Muhammad keluarlah kalian menuju Rabb kalian, sesungguhnya Tuhan kalian memberikan limpahan karunia yang banyak dan memberi ampunan kepada dosa yang besar, maka apabila kita (kaum Nabi Muhammad) pergi ke tempat sholat, Allah mengatakan pada para malaikat, ‘’Wahai para Malaikat apa ganjaran kepada pekerja yang sesungguhnya mereka telah mengerjakan kewajibannya atau tugasnya?’’ Lalu kemudian dijawab oleh para malaikat ‘’Wahai Tuhanku maka berikanlah kematian kepada hamba ini sebagai balasannya.’’ Dan kemudian Allah berkata ‘’Sesungguhnya Aku bersumpah dan Aku bersaksi, bahwa telah Aku catat catatan pahala mereka. Telah Aku tulis Qiyam-nya mereka, Aku ridho atas mereka, dan ampunan-Ku untuk mereka’’.
Apa yang dimaksud di sini? Adalah Allah segera ingin bertemu dengan hamba-Nya. Sebagai penyuntik semangat, sebagai motivasi bisa kita ambil kisah ini sebagai hukum tentang mulianya seseorang yang dia mampu berpuasa dan mampu berdiri menegakkan Qiyamul Lail, menegakkan tarawih di bulan suci Ramadhan terutama di 10 hari terakhir Ramadhan ini.
Antara bulan Sya’ban dan Ramadhan itu ada 4 kejadian yang paling bersejarah dalam islam dan dimana 4 ini merujuk pada hukum-hukum:
- Allah turunkan syariat pemindahan kabah dari palestina ke mekkah
- Pensyariatan kewajiban berpuasa
- Wajibnya zakat fitrah yang berdampingan dibulan ramadhan
- Jihad, yang berdampingan di bulan Ramadhan
Tanya Jawab
-
Pertanyaan : Apakah doa malam lailatul Qadr harus dibacakan ketika malam Lailatul Qadr saja atau harus diucapkan di semua hari?
Jawaban : Doa yang tadi di atas tidak harus diucap ketika mengejar Lailatul Qadr saja. Tetapi bisa dibaca di setiap keadaan, di semua doa, di semua waktu. Maka dalam Madzhab Syafi’i dikatakan ketika seseorang selesai dari tarawihnya, maka dianjurkan membaca, ‘’Subhanal malikil quddus, Subbuhun quddusun rabbunaa wa rabbul malaa-ikati warruh’’
-
Pertanyaan : Apakah bisa membaca niat puasa untuk hari esok di hari sebelumnya, dan apakah bisa membaca niat puasa untuk satu bulan?
Jawaban : Dalam Syafi’i sendiri, seharusnya ketika seseorang jika ingin berniat puasa Ramadhan, ia diwajibkan untuk berniat dari lepas maghrib hingga berakhirnya waktu subuh. Bagaimana jika lupa, jika tidak setiap hari? Maka kita bisa mengambil Madzhab Imam Malik, yang bisa mengambil niat untuk satu bulan full dalam satu kali niatan. Ini gunanya untuk menjaga kehati-hatian agar tidak terlupa.
-
Pertanyaan : Kita tidak tau kapan malam Lailatul Qadr kapan. Maka tanda yang menunjukkan kita mendapatkan malam Lailatul Qadr seperti apa?
Jawaban : Banyak ulama yang menuliskan ciri-ciri malam itu adalah malam Lailatul Qadr, yaitu ditandai dengan paginya lebih sejuk dan tenang, pohon-pohon lebih rindang dan hati lebih tentram. Dan inipun ada kemungkinan orang-orang beda-beda mendapatkannya. Tetapi tanda ini tidak bisa dirasakan oleh setiap orang, dan bisa jadi juga berbeda dengan setiap orang yang satu dan yang lainnya. Hikmah dari malam Lailatul Qadr tidak dikatakan secara pasti, agar kita tidak kehilangan semangat yang terbakar dari awal masuk 10 hari Ramadhan ini hingga akhir.
-
Pertanyaan : Tentang mengambil banyak kelebihan dari 10 malam terakhir. Mungkin analoginya kurang pas jika menggunakan pasar, yang umumnya adalah tempat orang curang, menipu, transaksi riba, menyalahi janji dan sumpah palsu. Karena itulah para sahabat menasihati jika mengurangi intensitas di pasar jika tidak diperlukan.
Jawaban : Iya, memang permisalan ini jika dikiaskan dengan pasar pada zaman ini maka kurang baik. Tapi kita juga perlu ingat bahwa dahulu kala itu ada pasarnya kaum muslimin, dan pasar ini adalah pasar yang terbaik. Permisalan ini saya dapatkan dari Sheikh Usoimi. Beliau mengatakan, seseorang yang beliau limpahkan bisa bertemu dengan Ramadhan, sebagaimana ia adalah pedagang yang masuk ke dalam pasar, yang telah disiapkan dan di situ ada banyak sekali yang bisa ia jual dan mendapatkan pahala. Maka hal ini sifatnya perkataan Ulama, bisa diambil permisalannya, bisa juga tidak.
-
Pertanyaan : Terkait dengan I’tikaf itu sendiri, sampai kapan lama batas waktu I’tikaf tersebut?
Jawaban : Didalam Madzhab Syafi’i, dikatakan awal mula waktu I’tikaf itu dari mulai lepas maghrib sampai nanti lepas subuh dan syuruk, atau diteruskan, dan tidak ada batasannya. Dalam Kitab Al-Gumarom, disebutkan bahwasanya Aisyah mulai I‘tikaf ketika lepas dari sholat subuh. Akan tetapi di Madzhab Syafi’i dimulai dari lepas maghrib agar tidak tertinggal malamnya.
-
Pertanyaan : Apakah harus melaksanakan I’tikaf untuk mendapatkan malam Lailatul Qadr? Apakah bisa hanya dengan menghidupkan 10 malam terakhir bulan Ramadhan di rumah terkait dengan di Jerman yang tidak bisa I‘tikaf?
Jawaban : Tidak disyaratkan harus I’tikaf. Yang menjadi pondasi sebenarnya adalah menghidupkan malam. Kenapa dikaitkan I’tikaf dengan Lailatul Qadr? Karena I’tikaf itu sendiri tujuannya menghidupkan malam, sehingga jika seseorang menghidupkan malam, maka otomatis kemungkinan besar orang tersebut bisa mendapatkan pahala Lailatul Qadr dan juga pahala I’tikaf-nya itu sendiri. Akan tetapi, jika seseorang tidak bisa ber-i’tikaf dalam kondisi tertentu seperti sekarang karena wabah atau sebagainya, maka bisa dengan menghidupkan malam-malam saja yang jelas dengan menghindari hal-hal yang bisa mengurangi kekhusyu’an atau yang melenakan seperti kebanyakan makan dan tempat tidurnya terlalu nyaman hingga cepat tertidur, ataupun juga dengan terlalu banyak bercanda dengan teman atau keluarganya.
-
Pertanyaan : Bagaimana cara kita mendapatkan pahala I’tikaf orang lain?
Jawaban : Kita tahu bahwasanya dalam bulan Ramadhan semua pahala akan dilipatgandakan. Jika kita memberikan hal baik kepada orang lain, dan diteruskan lagi kepada yang lainnya, maka kita akan mendapatkan lagi pahala tersebut. Contohnya ketika kita memberikan makanan buka puasa kepada orang lain, maka kita juga akan mendapatkan pahala dari orang yang berpuasa tersebut. Sama juga halnya ketika kita membantu orang-orang yang ber-i’tikaf di masjid dengan contoh memberikan selimut, memberikan sajadah. InsyaAllah bukan juga mustahil jika Allah berikan pahala orang-orang yang ber-i‘tikaf di tempat tersebut.
-
Pertanyaan : Dari ayat syahru Ramadhan yang tadi dijelaskan bahwa Al-Quran itu mempunyai berat fisik dan non-fisik. Kira-kira boleh diminta penjelasan ulang sekali lagi soal yang tadi?
Jawaban : Al-Quran yang Allah turunkan itu berat, artinya fisik dan non-fisik. Berat fisik seperti apa yang dimaksud? Adalah contoh ketika Rasulullah berjalan tiba tiba turun wahyu kepadanya, maka Rasulullah pingsan. Sebagaimana juga ketika Rasulullah bersandar ke paha sahabat Zaid, seketika itu juga paha sahabat tersebut serasa retak atau mau patah saking beratnya wahyu tersebut. Dan apa yang dimaksud dengan berat non-fisik? Yang dimaksud di sini adalah berat ketika menjaganya. Dalam sebuah Hadits mengatakan, akan tiba di akhir Zaman itu, Al Quran itu bagai nyanyian, orang-orang lebih fokus kepada irama-irama kepada nada-nada sehingga menghilangkan esensi atau inti dari Al-Qur’an itu. Orang-orang hanya berlomba membaguskan suara karena ingin dilihat bagusnya suara mereka, dan tidak sadar bahwa Al-Quran yang mereka lantunkan itu sifatnya berat dan butuh pentadabburan, ketenangan, kekhusyuan yang sangat tinggi. Di sini juga dimaksud berat dalam perasaan, bahwa inilah kalam Allah yang ketika ingin dipahami itu berat. Maka ketika seseorang yang ingin memahami Al-Quran hanya lewat terjemahan akan susah. Mungkin bisa mendapatkan kulitnya, tetapi tidak intinya. Untuk mentadabburi Al-Quran sangat dianjurkan untuk membaca tafsir-tafisrnya, perkataan para Ulamanya, yang kita sendiri tidak bisa secara langsung memahaminya melewati Ustadz kita, membaca buku para ulama-ulama kita, membaca buku para sahabat. Dan inti yag bisa kita ambil dari sini adalah, jangan pernah bermain-main dengan Al-Quran, sebagaimana Al-Quran itu menjadikan bulan biasa menjadi bulan yang luar biasa seperti Ramadhan ini. Bukan mustahil jika seseorang bisa menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidupnya, insyaAllah, Allah akan melapangkan hidupnya.
-
Pertanyaan : Bagaimana dengan yang terhalang 10 hari terakhir untuk terus tetap bekerja dan tidak bisa mengambil cuti? Apa yang sebaiknya dilakukan untuk mengejar malam Lailatul Qadr dengan kondisi tersebut?
Jawaban : Caranya dan tipsnya adalah tetap mengusahakan walaupun selelah-lelahnya dari pekerjaan, jangan sampai melewatkan malam harinya. Malam hari di bulan Ramadhan itu tidak mesti memaksakan orang yang benar-benar tidak bisa untuk ditinggalkan. Ketika kita meninggalkan malam ini maka kita akan kehilangan. Boleh istirahat sebentar dan tetap bangun di malam hari untuk sholat malam dan tilawah. Boleh juga ketika di tempat kerja untuk tetap terus berdzikir. Karna ada sebuah kaidah, yang di mana dikatakan sebesar-besarnya cobaan dan ujian maka sebesar itu pula Allah berikan pahalanya.``